Hambassurga - - Sister Aisha Jibril Alexander, seorang pilot maskapai penerbangan yang telah kembali ke Islam. Perjalanan spritualnya sangat luar biasa.
“Nama saya adalah Aisha Jibril Alexander, saya dibesarkan dalam keluarga Katolik Roma, sekolah dan universitas. Saya selalu sangat tertarik untuk mengetahui tentang agama dan selalu mempertanyakan ‘dogma’ dari iman katolik, tapi saya menemukan jawaban yang sama setiap kali saya bertanya tentang trinitas.
‘Anda harus percaya dan tidak mempertanyakan iman Anda karena Anda melakukan sebuah dosa,’ para biarawati di sekolah selalu menjawab demikian. Dengan konsep ini saya dibesarkan dan saya mengembangkan rasa takut untuk menantang iman saya, jadi saya terus berada di jalan kekristenan dengan iman yang besar dan kepercayaan pada Tuhan dan pada apa yang saya harus terus belajar untuk percaya akan ‘trinitas suci’ itu,” paparnya.
Pada tahun 200,1 sister Aisha memiliki pertemuan pertama dengan Islam ketika bekerja untuk sebuah Perusahaan Kanada yang dimiliki oleh orang Islam, ia berkarir dan mengutamakan proffesionalisme. Relokasi bersama keluarga, nilai-nilai religi tetap dianut oleh keluarga mereka, sebagaimana orang katolik yang ‘taat’ pada umumnya.
“Saya menikah tahun 2003 , pernikahan yang sayangnya ditandai dengan kekerasan dalam rumah tangga, tetapi keluar dari episode sedih itu, saya punya anak tersayang yang kini berusia delapan tahu . Suami saya saat itu tidak percaya pada Tuhan atau saya harus mengatakan ia percaya pada caranya sendiri, ia menarik saya jauh dari Tuhan bahkan dari agama Kristen, itu adalah episode yang paling menyedihkan dalam hidup saya,” kenangnya.
Baginya, keberuntungan besar datang, saat ia memiliki kesempatan untuk tinggal di Malaysia (yang disebutnya sebagai sebuah negara yang mengakui tiga agama; Islam terutama, Hindu dan Budha), ada pembelajaran dirinya mengenai Islam dalam keseharian.
“Kemudian saya tinggal di Amerika Selatan dan saya bekerja di Amerika Serikat sebagai Corporate Pilot, sekarang saya seorang pilot maskapai penerbangan dengan tujuan utama flight ke Asia, Timur Tengah dan Eropa. Sayangnya menjadi satu-satunya pilot wanita, hampir setiap di mana saya pergi, saya menghabiskan waktu kosong dengan kesepian, sebagian besar rekan-rekan saya menghabiskan waktu luang mereka di klub-klub malam dan bar, dan saya sedang mencari sesuatu yang lain yang saya tidak bisa menemukannya–tidak pernah ketemu di sebuah klub atau bar, jadi saya mendedikasikan waktu luang saya untuk melanjutkan studi universitas secara online.
“Namun tidak ada waktu untuk Tuhan selain sedikit doa di pagi hari dan mungkin terkadang di malam hari, tidak ada waktu untuk pergi ke gereja, jadi saya tumbuh sebagai wanita karir tapi timbul pertanyaan, ‘Bagaimana dengan kehidupan setelah ini?’…” Demikian renungan mendalam bagi Aisha.
“Ketika saya melakukan perjalanan ke Timur Tengah, selalu merasakan sesuatu yang istimewa di dalam perjalanan, di sana saya merasa seperti berpakaian dengan cara yang lebih baik dari ‘yang saya biasanya lakukan’, misal celana jins ketat, celana ketat dan atasan busana, tanpa lengan… tapi saya tidak merasa seperti berpakaian (kalau masih seperti itu) di Timur Tengah, apalagi di tempat ‘suci, dimana tempat yang lima kali sehari harus berdoa kepada Tuhan’, saya merasa malu, sungguh tak enak hati…
“Saya kira ini adalah ciri perubahan, kecondongan hatiku. Sekali di Bahrain sambil menunggu pesawat disiapkan, saya download Quran dan saya mulai berdoa, mencoba berdoa (seperti ajaran Quran) setiap hari di pagi hari sebelum sarapan. Ada perenungan mendalam, hidup saya ini kok cuma batas makan, minum, kerja, tidur, lalu olahraga dan tidur, makan lagi, tidur lagi… ah….”
“Tetapi bagaimana dengan kehidupan rohani saya, bahkan ketika saya kembali kembali ke rumah, saya tidak memimpin (membimbing) anak saya, saya tidak mengajarinya berdoa. Sebelumnya di pencarian saya untuk menemukan Tuhan, saya pergi dari gereja Katolik ke gereja Baptis , dan setelah upacara baptisan, kita hanya kembali ke gereja beberapa kali , terutama karena jadwal yang ketat di tempat kerja dan jujur–rasanya biasa saja, tak ada sesuatu yang hilang, hampa…” urai sister Aisha.
Lantas sister ini merenung, “Apakah Allah hadir dalam hidup saya? Ya , memang, tapi Dia memiliki rencana yang lebih baik untuk saya ini. Saya pikir, Dia hanya menunggu saya untuk menyadari bahwa hidup saya tidak hanya untuk bekerja dan membayar biaya hidup (tagihan-tagihan utang), Dia tahu bahwa saya punya lebih banyak tanggung jawab terhadap diri sendiri dan anak saya. Banyak tanggung jawab dalam hidup, dan Allah sudah mengetuk pintu hati supaya terbuka dan saya takut untuk membuka hati…
“Tadinya saya pikir, hanya dengan berbicara kepada Tuhan di pikiran saya sepanjang hari dan menyebutkan namanya berkali-kali dalam sehari, sudah cukup untuk memberi makan jiwaku… tapi tidak, ternyata itu tidak cukup, Tuhan tahu nahwa saya punya banyak problema, memikul beban berat, kebutuhan jiwa raga amat mendesak, dan Dia menyelamatkan hidup saya.” Masya Allah!
Islam adalah agamanya, sister Aisha menyatakan (panggilan hati) untuk shahadat di Timur Tengah, getar dalam hatinya
sangat kencang, “Ketika mendengar adzan, pada saat itu saya harus menutup mata saya dengan sun-glass di depan pilot lain yang berada bersamaku dalam perjalanan ke restoran, karena mata saya ditutupi derasnya air mata … Saya seolah merasa seperti mengatakan; “Berhenti! Saya harus bergabung, ini panggilan sholat (doa). Saya masih ingat salah satu dari mereka (teman non Islam) mengolok-olok lagu-lagu dari Quran, dan saya merasa sangat marah, di dalam hati kuteriakkan memanggilnya ‘Bodoh, kamu tidak sadari bahwa adzan adalah panggilan untuk berdoa kepada Allah? Kamu tidak pedulikan ‘bermain-main’ dengan ayat al-Quran adalah dosa,’ tapi kata-kata tidak datang keluar dari tenggorokan, justru air mata terus mengalir…“Nama saya adalah Aisha Jibril Alexander, saya dibesarkan dalam keluarga Katolik Roma, sekolah dan universitas. Saya selalu sangat tertarik untuk mengetahui tentang agama dan selalu mempertanyakan ‘dogma’ dari iman katolik, tapi saya menemukan jawaban yang sama setiap kali saya bertanya tentang trinitas.
‘Anda harus percaya dan tidak mempertanyakan iman Anda karena Anda melakukan sebuah dosa,’ para biarawati di sekolah selalu menjawab demikian. Dengan konsep ini saya dibesarkan dan saya mengembangkan rasa takut untuk menantang iman saya, jadi saya terus berada di jalan kekristenan dengan iman yang besar dan kepercayaan pada Tuhan dan pada apa yang saya harus terus belajar untuk percaya akan ‘trinitas suci’ itu,” paparnya.
Pada tahun 200,1 sister Aisha memiliki pertemuan pertama dengan Islam ketika bekerja untuk sebuah Perusahaan Kanada yang dimiliki oleh orang Islam, ia berkarir dan mengutamakan proffesionalisme. Relokasi bersama keluarga, nilai-nilai religi tetap dianut oleh keluarga mereka, sebagaimana orang katolik yang ‘taat’ pada umumnya.
“Saya menikah tahun 2003 , pernikahan yang sayangnya ditandai dengan kekerasan dalam rumah tangga, tetapi keluar dari episode sedih itu, saya punya anak tersayang yang kini berusia delapan tahu . Suami saya saat itu tidak percaya pada Tuhan atau saya harus mengatakan ia percaya pada caranya sendiri, ia menarik saya jauh dari Tuhan bahkan dari agama Kristen, itu adalah episode yang paling menyedihkan dalam hidup saya,” kenangnya.
Baginya, keberuntungan besar datang, saat ia memiliki kesempatan untuk tinggal di Malaysia (yang disebutnya sebagai sebuah negara yang mengakui tiga agama; Islam terutama, Hindu dan Budha), ada pembelajaran dirinya mengenai Islam dalam keseharian.
“Kemudian saya tinggal di Amerika Selatan dan saya bekerja di Amerika Serikat sebagai Corporate Pilot, sekarang saya seorang pilot maskapai penerbangan dengan tujuan utama flight ke Asia, Timur Tengah dan Eropa. Sayangnya menjadi satu-satunya pilot wanita, hampir setiap di mana saya pergi, saya menghabiskan waktu kosong dengan kesepian, sebagian besar rekan-rekan saya menghabiskan waktu luang mereka di klub-klub malam dan bar, dan saya sedang mencari sesuatu yang lain yang saya tidak bisa menemukannya–tidak pernah ketemu di sebuah klub atau bar, jadi saya mendedikasikan waktu luang saya untuk melanjutkan studi universitas secara online.
“Namun tidak ada waktu untuk Tuhan selain sedikit doa di pagi hari dan mungkin terkadang di malam hari, tidak ada waktu untuk pergi ke gereja, jadi saya tumbuh sebagai wanita karir tapi timbul pertanyaan, ‘Bagaimana dengan kehidupan setelah ini?’…” Demikian renungan mendalam bagi Aisha.
“Ketika saya melakukan perjalanan ke Timur Tengah, selalu merasakan sesuatu yang istimewa di dalam perjalanan, di sana saya merasa seperti berpakaian dengan cara yang lebih baik dari ‘yang saya biasanya lakukan’, misal celana jins ketat, celana ketat dan atasan busana, tanpa lengan… tapi saya tidak merasa seperti berpakaian (kalau masih seperti itu) di Timur Tengah, apalagi di tempat ‘suci, dimana tempat yang lima kali sehari harus berdoa kepada Tuhan’, saya merasa malu, sungguh tak enak hati…
“Saya kira ini adalah ciri perubahan, kecondongan hatiku. Sekali di Bahrain sambil menunggu pesawat disiapkan, saya download Quran dan saya mulai berdoa, mencoba berdoa (seperti ajaran Quran) setiap hari di pagi hari sebelum sarapan. Ada perenungan mendalam, hidup saya ini kok cuma batas makan, minum, kerja, tidur, lalu olahraga dan tidur, makan lagi, tidur lagi… ah….”
“Tetapi bagaimana dengan kehidupan rohani saya, bahkan ketika saya kembali kembali ke rumah, saya tidak memimpin (membimbing) anak saya, saya tidak mengajarinya berdoa. Sebelumnya di pencarian saya untuk menemukan Tuhan, saya pergi dari gereja Katolik ke gereja Baptis , dan setelah upacara baptisan, kita hanya kembali ke gereja beberapa kali , terutama karena jadwal yang ketat di tempat kerja dan jujur–rasanya biasa saja, tak ada sesuatu yang hilang, hampa…” urai sister Aisha.
Lantas sister ini merenung, “Apakah Allah hadir dalam hidup saya? Ya , memang, tapi Dia memiliki rencana yang lebih baik untuk saya ini. Saya pikir, Dia hanya menunggu saya untuk menyadari bahwa hidup saya tidak hanya untuk bekerja dan membayar biaya hidup (tagihan-tagihan utang), Dia tahu bahwa saya punya lebih banyak tanggung jawab terhadap diri sendiri dan anak saya. Banyak tanggung jawab dalam hidup, dan Allah sudah mengetuk pintu hati supaya terbuka dan saya takut untuk membuka hati…
“Tadinya saya pikir, hanya dengan berbicara kepada Tuhan di pikiran saya sepanjang hari dan menyebutkan namanya berkali-kali dalam sehari, sudah cukup untuk memberi makan jiwaku… tapi tidak, ternyata itu tidak cukup, Tuhan tahu nahwa saya punya banyak problema, memikul beban berat, kebutuhan jiwa raga amat mendesak, dan Dia menyelamatkan hidup saya.” Masya Allah!
Islam adalah agamanya, sister Aisha menyatakan (panggilan hati) untuk shahadat di Timur Tengah, getar dalam hatinya
“Pada malam itu setelah makan malam, saya meraih karpet di kamar, entah kenapa, saya membungkuk dan bersujud. Setelah malam itu, pencarian saya mulai lebih kuat dari sebelumnya, saya menonton video, membaca (penjelasan arti) Quran pada penerbangan panjang saya, menanyakan banyak hal kepadakumpulan atau organisasi Islam untuk menemukan jawaban-jawaban, dan akhirnya suatu hari di Argentina saat beristirahat setelah penerbangan.
“Saya mendaftar pada program tentang kajian Islam di negara ini, juga saya browsing untuk mencari tentang Islam di Amerika Selatan, dan saya menemukan bahwa saya bukan satu-satunya Hispanik yang tertarik pada Islam, tak terbayangkan, rupanya jumlah masyarakat Amerika dan Eropa yang muslim memang banyak sekali.Saya berkomitmen untuk kembali ke Argentina segera dan mengunjungi Masjid terbesar di Benua Amerika.
“Tiga bulan berlalu dan saya ditugaskan lagi untuk perjalanan ke Argentina, syukurlah!Setelah tiba, saya membuat janji dan pergi mengunjungi Masjid, bertemu dengan Sheikh, seseorang dari Arab Selatan yang memimpin Masjid, kami berbicara selama sekitar tiga jam dan sebelum saya pergi, dia bertanya ‘Apakah kamu ingin memeluk Islam segera?’, ‘Ya!’ kata saya, sejujurnya ada rasa takut karena mungkin tidak datang kembali ke Argentina atau mungkin tidak memiliki kesempatan itu lagi.”
Alhamdulillah, sekarang dirinya muslimah.
Perjuangan terbesar adalah untuk mengubah keyakinan yang terbentuk sebelumnya bahwaYesus (as) menjadi Tuhan, pada awalnya Aisha merasa telah mengkhianati, khawatir dan takut ,perasaan tidak bisa membersihkan pikiran dari dogma yang berasal dari para biarawati di sekolah bahwa “bertanya tidak untuk menantang agama karena itu dosa”. Ini adalah bagian yang paling sulit.
Sheikh Mohammed dari Masjid Argentina banyak membantu dengan kalimat dan nasehat, beliau berpesan, “Ibrahim, Musa, Nuh, dan Yesus (pbut) semua di jalan ini, menurutmu apakah ada alasan mengapa Anda tidak bisa mengikuti mereka?“
Aisha terhenyak.
Setelah membaca Quran dan menemukan pengakuan bahwa Yesus (as) ada, sejarah pentingnya Maryam dalam Islam, bahkan dalam Islam mereka lebih dimuliakan, lebih penting daripada (cara) banyak orang Kristen menghargainya, membaca tentang pengaruh Constantine dan bagaimana ia berubah, mengenai kekristenan, semua studi ini membantumya, Aisha bilang, “Kutemukan kebenaran, bahwa orang tua dan nenek moyang sebenarnya seperti ini, dan ‘tidak pernah menantang (ajaran yang benar)…”
Ternyata Aisha tetap dapat mencintai Yesus (nabi Isa as), karena dalam Islam, memang nabi Isa (as) adalah seorang utusan Allah, seorang nabi mulia dengan mukjizat dan tugas yang luar biasa. Subhanalloh!
Setahap demi setahap, Aisha meniadakan minum-minum (beralkohol), “Dulu minum beralkohol pun, tujuanku lain, karena saya ingin mencari Tuhan…” ujarnya.
Aisha mengamankan dapurnya dari menu babi, Alhamdulillah ia membeli abaya, jilbab, kemeja lengan panjang yang sederhana, dan kini telah menjadi ‘fashion’ pilihannya.
“Di tempat kerja, saya harus banyak berjuang, di perusahaan tempat saya bekerja, kebanyakan orang bias tentang Islam…” sedikit keluhannya tentang banyak ummat islam yang masih menzalimi diri dengan melanggar aturanNya, semisal meminum khamr dan berzina.
“Ibuku sangat senang, bahagia dengan perubahan positif saya dan dia belajar setiap hari lebih banyak tentang Islam dan dia merasa bangga saya menjadi seorang Muslim dan sekarang anak saya, berusia 8 tahun juga telah kembali (pada fitrah) dengan kemauannya sendiri bersedia memeluk Islam.Ia senang bahwa kami berada di jalan ini, jalan ‘aman’, dan bercita-cita dapat berjumpa sang pencipta yang sudah menciptakan hidup kami ini.
“Mimpi saya sebagai Muslim yang baru bahwa saya dapat mempelajari ilmu-ilmu Islam dan membantu sanak-keluarga yang berjuang dalam hidup untuk menerima agama ini, untuk masuk Islam, saya ingin fokus pada bantuan terhadap anak-anak…
Saya pikir mengkonversi kepada iman (keyakinan) yang baru lebih sulit bagi orang tua (dengan tanggung jawab anak-anak) karena mereka dapat mudah bingung, hal ini adalah alasan mengapa saya ingin berkonsentrasi pada anak-anak dari keluarga para muallaf di masa depan.
“Saya juga ingin sebagai Pilot Muslimah dapat menunjukkan kepada dunia bahwa Islam bukanlah penyerahan atau penindasan yang banyak digosipkan media, dan mengalahkan gagasan bahwa Islam menolak wanita karir, semua hal ada aturan, kejadian seperti saya adalah kehendak Allah Yang Maha Menentukan.
“Aisha Jibril, saya pilih nama hijrah ini. Aisha berarti New Life bagiku, dan memang Islam adalah kehidupan baru bagi saya, Jibril, karena ia adalah utusan Allah, saya kagum, dan saya dalam kebahagiaan Islam, jadi saya ingin dipanggil dengan nama indah dan penuh kedamaian. Doakan yah…” Sister Aisha Jibril menguntai senyuman.
Ahlan wa sahlan, sister, barokalloh!
CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOME DESIGN
0 komentar:
Posting Komentar