Peristiwa kerusuhan yang terjadi di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, pada Jum’at malam hingga Sabtu (29-30 Juli 2016) dini hari, dipicu oleh keberatan dari seorang warga Tionghoa bernama Merliana terhadap suara adzan dari masjid Al-Makshum.
Sekretaris Badan Kemakmuran Masjid (BKM), Dailami menuturkan, bahwa sudah sejak lama Merliana melakukan protes terhadap suara yang keluar dari pelantang masjid.
“Terakhir, 5 hari sebelum kerusuhan dia (Meriana, red) menyampaikan keberatannya soal suara dari masjid,” ujarnya kepada hidayatullah.com di Tanjungbalai, Senin (01/08/2016).
Namun setelah melaksanakan sholat maghrib pada Jum’at (29/07), dirinya bersama seorang pengurus masjid lain bernama Haristua Marpaung memutuskan untuk mendatangi rumah Merliana yang berada persis di depan Masjid Al-Makshum, guna menanyakan ihwal kebaratannya tersebut.
Namun, kata Dailami, setelah membuka pintu, Meriana justru menjawab pertanyaan dirinya dan Haristua dengan nada yang dinilai menantang.
“Itu bising kami terganggu. Kau tahu! Pekak telingaku dengar suara dari corong tu, tak tentram aku,” ucapnya dengan logat Medan menirukan Merliana.
Sejurus kemudian, sambungnya, ikut keluar juga dari rumah Meriana, anak laki-laki dan suaminya.
“Anaknya juga menantang. Kalau suaminya dia justru minta maaf,” diakui Dailami.
Ia mengungkapkan, cekcok tersebut cukup mengundang kemarahan jamaah. Bahkan, kata dia, sampai pak Zul (penggilan salah seorang pengurus masjid yang dituakan dan dikenal pendiam) juga ikut kesal dengan perkataan Merliana hingga mengeluarkan kata-kata makian.
Kejadian itu, tambah Dailami, sekaligus menyulut keramaian warga yang juga dikarenakan posisi tempat mereka adu mulut berada tepat di pinggir jalan.
Akhirnya setelah sholat Isya, ia menceritakan, bahwa pihak Kepala Lingkungan (Kepling) memutuskan membawa Meriana beserta suami dan anaknya ke kantor lurah untuk menyelesaikan perkara tersebut.
Disana, papar Dailami, juga hadir pengurus masjid atau BKM, lurah, beberapa polisi dan koramil.
“Tapi rupanya Merliana tetap ngotot tidak mau minta maaf dan meminta masjid berhenti melantangkan suara adzan,” katanya.
Kemudian dikarenakan pertemuan tersebut buntu dan tak membuahkan kesepatakan. Ditambah kondisi massa yang sudah semakin memanas. Dailami mengatakan, proses mediasi dibawa ke Polres Tanjungbalai dengan dipimpin langsung oleh Wakapolres serta dihadiri Ketua MUI Tanjungbalai.
Tetapi, lanjutnya, sebelum sempat berpindah ke Polres Tanjungbalai. Didapatkan informasi bahwa rumah Merliana sudah diserang massa. Terjadi pelemparan dan pembakaran.
Sahrir Tanjung, salah seorang imam masjid Al-Makshum yang rumahnya tak jauh dari rumah Merliana, saat terjadi penyerangan mengaku, berusaha menghentikan massa yang membakar rumah Merliana.
“Untung api tidak sempat besar, karena kita juga takut, kan disamping rumah Merliana itu ada tabung (agen gas elpiji), kalau meledak macam mana,” ujarnya terpisah kepada hidayatullah.com di rumahnya.
Menurut Sahrir, karena merasa tak puas, massa pun akhirnya melanjutkan penyerangan dan aksi pembakaran ke Vihara dan Klenteng yang berada di sekitar Kota Tanjungbalai.
Data yang dihimpun hidayatullah.com di lokasi, terdapat 15 Vihara, Klenteng dan Yayasan Sosial yang dirusak massa. Terdiri dari 6 terbakar, 5 rusak berat, dan 4 rusak ringan.*(mz/hidayatullah/beritaislam.net)
0 komentar:
Posting Komentar